20 Desember 2009

YANG TERSISA DARI GERILYA BAWAH TANAH


seorang kawan mengirimkan sms kepada saya untuk membuat sebuah catatan mengenai "gerilya bawah tanah".jujur,sampai saya mengetik ini saya masih bingung apa yang akan saya tuliskan.karena terus terang memori yang ada di otak saya sudah penuh dengan tagihan-tagihan yang harus saya selesaikan dalam waktu dekat ini,sehingga memori tentang "gerilya bawah tanah" banyak yang terhapus.apalagi saya sudah tidak ingat lagi kapan semuanya ini dimulai.......

masih dalam kebingungan.......................

diam sebentar,sambil saya hidupkan pemutar lagu di komputer,"winamp".saya memilih album "the bend"nya radiohead,mungkin ini bisa membantu memulihkan memori ingatan saya,karena sepertinya dari album ini saya bisa mulai mengingat kembali masa-masa awal itu.


kunyalakan sebatang rokok mild kesukaanku sembari ditemani secangkir kopi cream hangat yang sudah dipersiapkan oleh istri tercinta,sambil tetap berusaha memacu space yang ada di dalam mikrokosmos.....................

track "sulk" mengalun dengan indahnya.sambil perlahan-lahan terus kuhisap rokok hingga tak terasa telah habis sebatang....namun memori itu belum juga muncul................

track "street spirit(fade out)" mulai berkumandang,memoriku mulai bergerilya mencari arsip-arsip yang sudah berserakan di dalam folder-folder otakku dan tiba-tiba sebuah lubang di dalam mikrokosmos menganga lebar,menarik keras tubuhku hingga tanpa terasa aku berada di sebuah tempat dan waktu yang berbeda...............

lagu itu masih mengalun,namun di tempat ini diputar di sebuah pemutar kaset pita alias tape recorder.handphone yang aku selipkan di saku celanakupun lenyap.dihadapanku telah duduk 2 orang yang sedang larut dalam sebuah percakapan yang cukup serius.oh,ternyata aku sekarang baru ingat,tempat ini adalah rumah hendrik a.k.a gethuk yang telah mengirimi aku sms.duduk di sebelahnya adalah rizal.ya,ini adalah tahun 1998.dimana saat itu tape recorder adalah stuff wajib buat para pecandu musik.tukar-menukar kaset pita adalah sebuah tradisi,sedangkan mendengarkan kaset album baru band pujaan secara kolektif adalah badai serotonin yang sangat kami nantikan.di depan kami ada beberapa tumpukan newsletter,fanzine,katalog dan beberapa surat yang baru di dapat hendrik dari beberapa kawan di luar kota.diskusi kamipun berlanjut,kadang diselingi joke-joke khas anak muda saat itu.dan ternyata tanpa terasa aktifitas seperti ini saya lakukan hampir 6 tahun di sela-sela waktu senggang saya selain studi di institusi formal.tempatnya pun bergantian.biasanya kalau tidak di rumah gethuk,ya di rumah rizal.anggotanya juga kadang lumayan banyak.kadang bisa 5 sampai 10 orang.selain dua tempat ini,ada juga tempat yang cukup nyaman yaitu di rumah kost bang yudo cacing,pendatang dari surabaya yang menempuh studi di fakultas ekonomi universitas negeri jember,yang terletak di jl.mastrip no.11.tempat inilah yang nantinya akan menjadi tempat bersejarah dalam pergerakan underground jember.sebuah tempat yang telah memecah dinding pembatas antara mahasiswa,kaum intelektual yang dianggap sebagai agen perubahan dengan berandal kampung yang dianggap sebagai sampah masyarakat.
boleh dikatakan ini adalah sekolah kedua saya,walaupun awalnya terkesan main-main.tapi dari sinilah saya mulai belajar berproses hingga menjadi saya yang seperti sekarang ini.mungkin dari tradisi inilah "gerilya bawah tanah" dilahirkan...............

giliran track "planet telex" berdendang.ingatanku mulai pulih.atmosfir dari lagu ini semakin membawa anganku melayang ke masa-masa itu.untuk sementara memori tagihan-tagihan mengendap di dalam recyle bin otakku..................

"layar hitam mulai dibuka..........."

panggung musik underground rock di kota jember,memang boleh dikatakan tidak berjalan secara regular.hal ini disebabkan kurang diapresiasinya musik underground rock oleh masyarakat jember.suatu hal yang wajar mengingat jember adalah sebuah daerah yang sektor ekonominya masih tergantung pada bidang agraris,dimana sebuah budaya yang "kebarat-baratan" masih dinilai tabu.padahal underground rock lahir dari generasi muda yang ada di barat sana sebagai bentuk penolakan terhadap budaya mereka sendiri yang dinilai banyak kepincangan.neo liberalisme yang didengungkan oleh pihak imperialime barat telah melahirkan budaya kompetisi yang tidak sehat di bidang ekonomi.pasar dunia yang dibentuk oleh badan-badan ekonomi dunia hasilnya hanya diserap oleh segelintir orang,sedangkan sebagian besar hanya dijadikan objek konsumen atau bagian dari proses produksi dan distribusi.budaya pengembangan ekonomi secara swadaya perlahan-lahan mulai ditinggalkan dan tunduk kepada badan ekonomi dunia.hal inilah yang membuat mengapa underground rock berkembang cukup pesat di negara-negara dunia ketiga,termasuk indonesia yang menjadi sampah budaya dari neo liberalisme.jadi sangatlah naif,jika underground rock hanya dinilai sebatas budaya latah,seperti produk budaya barat instant lainnya yang datang dan pergi hanya untuk pengerukan keuntungan semata,karena dari kemunculannya sampai sekarang underground rock telah melalui proses budaya yang sangat panjang tanpa mengenal batasan timur atau barat.begitu juga kedatangan underground rock di kota jember bukan semata-mata produk budaya yang hanya dinikmati tanpa mau belajar untuk menggali esensinya,dari beberapa individu yang ada dan mencoba untuk tetap bertahan,telah menjadikan underground rock sebagai pilihan hidup.sebuah pilihan yang mungkin menjadi mimpi buruk buat para orang tua.bahkan membuat geram para pihak aparat karena aktifitas massa underground rock yang dinilai tidak sesuai dengan etika budaya masyarakat.

memang,disadari atau tidak disadari,mulai awal kemunculannya,underground rock telah menjadi satu ancaman buat mereka yang tidak siap dengan perubahan budaya.hal ini bisa dilihat dari sejarah perjalanan panggung musik underground rock.pada tahun 1973 di sebuah panggung bertajuk "malam show musik undergound" akhir bulan september di gedung olah raga 10 november,alm.ucok aka harahap,frontman dari band rock "aka",surabaya sempat dicekal karena melakukan atraksi panggung yang waktu itu dinilai diluar batas kewajaran.hal serupa juga sempat terjadi di jember awal tahun 1998.saat band punk jember,"w.n.a" tampil di event kampus,"jambore band" beberapa kompi aparat datang dengan alasan mengamankan mereka karena melakukan aksi pengrusakan equipment panggung.padahal equipment yang dirusak oleh mereka jelas milik pribadi.dampak dari kejadian ini,beberapa rental studio musik di jember memboikot band-band underground rock dengan alasan sering melakukan pengrusakan alat-alat musik.yang lebih mengejutkan lagi,karena atraksi panggung andy cola,vokal dari band black metal jember,"leptodus",melakukan aksi yang sangat mengerikan dan mungkin satu-satunya di indonesia,mencoba bunuh diri di panggung dengan menyilet urat nadi tangannya,yang berdampak pada pencekalan band-band underground rock di panggung-panggung musik kampus jember saat itu.padahal,gelombang underground rock waktu itu datang sebagai bentuk counter-culture terhadap budaya musik rock mainstream yang sudah didominasi dengan konspirasi dan penuh kepalsuan.kita bisa melihat ketika era panggung festival musik rock dipenuhi oleh band-band pesolek berkompetisi unjuk gigi kebolehannya mengcover lagu-lagu top 40 rock yang sudah ditentukan oleh panitia di depan dewan juri hanya untuk mendapatkan pengakuan atau penghargaan semu.yang terjadi disini sebetulnya ada pengkebirian kreatifitas terhadap musisi atau band rock saat itu.rock telah kehilangan esensinya dan hanya menjadi media popularitas.

berangkat dari kejadian di atas dan maraknya panggung musik underground rock di berbagai kota di indonesia khususnya kota-kota besar seperti jakarta,bandung,malang,jogyakarta dan denpasar sebagai bentuk perlawanan budaya,maka dengan komunitas yang sudah terbentuk,para pelaku musik underground rock jember membuka wacana untuk mengadakan pertunjukan panggung sendiri.dimulai oleh para penggila musik metal yang dimotori oleh andy botol(waktu itu masih bergabung dengan band legenda death metal jember,desecration),bersama komunitasnya,"sacrificial corpses" mengadakan event "jember bising" untuk pertama kalinya pada pertengahan tahun 1998.selang beberapa bulan kemudian,dari komunitas penggila musik punk/hardcore,"total riot community" lahirlah sebuah event yang nantinya akan menjadi sebuah budaya tradisi,yang kemudian diteruskan oleh generasi gelombang berikutnya,komunitas "gerimis diskolektif".

......."gerilya bawah tanah"..........

untuk pertama kalinya,"gerilya bawah tanah" diadakan di sebuah gudang kecil atau bengkel musik milik unit kegiatan mahasiswa kesenian universitas muhammadiyah jember dengan menggunakan dana patungan dari registrasi band yang akan tampil dan uang kas yang terkumpul.fasilitas sound system yang disuguhkan waktu itu boleh dikatakan belum memenuhi standard.bayangkan,sound system baru didapatkan beberapa jam sebelum event digelar.penyebabnya,orang studio musik yang dipercaya untuk menangani masalah ini menghilang entah kemana.pihak panitia dibuat kelabakan.untungnya 9 jam sebelum acara dimulai,ada rekomendasi dari seorang teman yang intens di showbiz panggung musik dangdut kelas amatir,sehingga masalah sound system dapat teratasi.band-band yang tampil pada event pertama ini yaitu : w.n.a ( crust punk ),brain deffect ( death metal ),criminal vagina ( porno grind ),reckless ( punk rock ),ex-pispot ( punk rock ),distortion of the fact ( metal hardcore ), no war ( punk rock ), revolution inside ( hardcore ),devastated ( crust punk ) dan lain-lain.terasa sekali semangat yang dimiliki oleh band yang tampil ataupun apresiasi massa yang datang untuk menonton.sampai gudang kecil yang dipakai tidak bisa menampung semua yang hadir di tempat ini.acarapun berlangsung cukup tertib dan selesai tepat pada waktunya.sebuah momentum yang tidak bisa dilupakan.sebuah awal yang akan melahirkan individu-individu berpotensi pada bidang masing-masing tanpa kehilangan semangat independensinya.dari event ini pula etos do-it-youself bukan hanya sekedar wacana.secara tidak disadari,sebuah virus telah mulai disebarkan oleh generasi muda yang haus akan perubahan.

pasca event "gerilya bawah tanah I",produktivitas mulai tampak.stuff-stuff mulai aktif dikerjakan,baik secara individu ataupun kolektif.dari yang hanya menyebarkan leaflet fotokopian sampai pembuatan album rekaman minimalis.zine-zine juga mulai berkembang sangat pesat saat itu.squad,untuk menyebutkan sebuah tempat untuk berkumpul disentralkan di sebuah rumah kost-kostan yang terletak di jl.mastrip no.11.sempat terjadi perbedaan pendapat di dalam komunitas,mengenai keterlibatan beberapa individu yang aktif bergerak dalam politik praktis sebagai bentuk aplikasi dari apa yang disebut "resistansi".namun hal ini tidak membuat underground rock di jember terpecah belah.malah menunjukkan bentuk kesolidan walaupun berdiri dengan beragam macam perbedaan.inilah yang membedakan underground rock dengan komunitas lainnya di jember.pembangunan ekonomi secara mandiri mulai digerakkan dengan menjual souvenir,zine,album rekaman ataupun merchandise dengan cara lapak di beberapa jalan raya yang berada di pusat kota.panggung-panggung musik underground rockpun mulai marak dengan mengangkat tema-tema sosial yang sedang hangat dengan penyikapan yang berbeda,seperti orde reformasi,isu rasial dan kebijakan ekonomi pemerintah.sebuah fenomena di dunia seni musik jember yang mungkin hanya komunitas underground rock yang melakukannya saat itu.

ditengah-tengah produktivitas yang sangat pesat,pada awal tahun 2000 beberapa individu di dalam komunitas total riot community mulai menggagaskan kembali event "gerilya bawah tanah" yang kedua.perundinganpun dilakukan dengan berpindah-pindah tempat seperti tradisi awal event ini dilahirkan.cukup lama persiapan yang dibuat,kurang lebih memakan waktu 3 bulan.mungkin dalam event inilah semangat individu-individu dalam komunitas terlihat berapi-api.lebih dari 40 individu terlibat langsung dan bekerja cukup baik dengan job descriptionnya masing-masing.padahal sebagian besar dari mereka belum pernah terlibat dalam pengorganisiran sebuah event.secara tidak langsung event "gerilya bawah tanah" kedua ini memberikan semacam edukasi dengan kesadaran murni tanpa adanya paksaan.untuk pengurusan perizinan tempat,total riot community menggandeng ukm kampus yang ada di universitas negeri jember yakni bahana justisia dari fakultas hukum.
dari penggalangan dana,uang kas dan registrasi band yang akan tampil,ternyata mendulang rupiah yang sangat besar.sehingga sangat memungkinkan sekali membuat sebuah event yang spektakuler.dari mengundang band-band luar kota yang sudah familiar dikalangan underground rock,seperti:"the babies" (malang punk rock),"perish" (malang black metal),"sid groove" ( sidoarjo cross over ),sampai penggunaan sound system berkapasitas ribuan watt.malah rencananya waktu itu mau mendatangkan tiga band jogya yaitu:"technoshit" ( elektronik punk ),"black boot" ( punk rock ) dan "sukar maju" ( dangdut punk ) yang saat itu cukup populer di komunitas musik underground indonesia.tapi sayang mereka berhalangan untuk hadir karena aktifitas mereka yang cukup padat.massa penonton yang datang mungkin terbesar dalam sejarah panggung musik underground rock di jember.dari tiket sebanyak 500 lembar habis terjual,belum termasuk penonton yang masuk tanpa tiket.sebuah pembuktian dan pengalaman berharga yang bisa dijadikan proses pembelajaran untuk langkah berikutnya bahwa keseriusan dan bekerja secara profesional,bagaimanapun bentuknya akan membuahkan hasil yang maksimal,walaupun underground rock adalah kaum minoritas diantara masyarakat jember.

track "fake plastic tress"....................

tahun 2002 adalah masa dimana underground rock mengalami titik jenuh,berjalan stagnan tanpa ada progres yang nyata.beberapa individu dihadapkan pada realitas hidup.mereka yang umumnya kaum pendatang di kota jember,satu persatu hengkang meninggalkan komunitas yang sudah dibangun dengan susah payah ini.squad yang ada di jl.mastrip no.11pun ditutup.sebagian lagi masuk ke dalam proses alamiah dari drama kehidupan manusia,menikah,bekerja dan beberapa mengadu nasib di perantauan.infrastruktur yang dulunya solid pecah menjadi kepingan elemen organ-organ kecil.kerasnya realitas hidup mau tidak mau memaksa kami untuk ambil bagian dalam sistem yang sebenarnya kami benci.dilematis,bahkan kadang membuat kami terpuruk,membujur kaku dalam kantung-kantung plastik produk instant yang kita beli di supermarket.perlahan-lahan suara perlawanan yang dulu lantang kami teriakan di atas panggung ataupun saat demonstrasi,kini hanya terdengar seperti jargon-jargon iklan masyarakat di televisi.sekarang kami sudah menjadi bagian dari mereka.bekerja,bekerja dan bekerja...beli,beli dan beli...dan tanpa terasa kita sudah bisa menikmatinya.............

".....sebuah bunuh diri yang sempurna........"

track "high and dry"...............

"regenerasi dalam komunitas underground rock dimulai............."

beberapa individu yang tersisa mencoba untuk tetap bertahan dan membangun kembali organ-organ baru.salah satunya adalah gerimis diskolektif yang merupakan embrio dari organ yang dulunya bernama freepass (front generasi pasifist).organ inilah yang akhirnya menyelamatkan tradisi budaya "gerilya bawah tanah" sampai fase lima yang baru saja diselenggarakan pada tanggal 15 november kemarin.
di satu sisi,panggung musik di jember mengalami perubahan.dari yang semula dipenuhi oleh band-band top 40,kini marak dengan band-band yang mengaku sebagai band indie.hal ini dampak dari semangat independen,yang awalnya didengungkan oleh komunitas underground rock,mulai diadopsi oleh komunitas-komunitas lain seiring dengan banyaknya band-band underground rock yang masuk jalur arus utama dan media massa yang mulai ramai mengupas hal-hal yang berbau "indie".pada saat itu,musik underground mulai menampakkan varian-variannya.dari yang dulu hanya didominasi oleh band-band musik cadas,kini mulai merambah pada musik pop eksentrik.strategi pemasaran stuff-stuff mulai tampak semakin profesional.hal ini membuat perusahaan rekaman-rekaman besar merasa terancam.jebakan-jebakan mulai dipasang.mereka membentuk tim pencari bakat dengan mengadakan semacam ajang kompetisi untuk mencari bibit-bibit baru dengan harapan rupiah tetap mengalir di kantongnya.definisi "indie" dibuat semakin tidak jelas oleh beberapa pelaku dalam komunitas underground yang mementingkan kepentingannya sendiri.yang terjadi akhirnya ada semacam jurang antara band underground yang berusaha mempertahankan tradisi "indie" sesuai awalnya dengan band indie yang melihat "indie" hanyalah jalan awal menuju arus utama.komunitas musik underground di jember terpecah lagi menjadi beberapa kelompok-kelompok kecil yang bertebaran di tiap-tiap sudut kota.sesuatu yang tidak bisa dipungkiri mengingat pilihan kembali kepada diri kita masing-masing.tidak ada hak buat kita untuk mengklaim kitalah yang paling benar karena hal semacam ini akan membuat komunitas yang sudah minoritas ini bertambah minor lagi.
alangkah indahnya jika kita bisa berjalan bersama kembali tanpa melihat perbedaan yang ada dan membuat jember menjadi "rumah" yang nyaman buat kawan-kawan luar kota yang singgah di kota ini.biarlah komunitas underground rock berjalan sesuai dengan hukum seleksi alam dan waktulah nanti yang akan membuktikan siapa yang tetap akan bertahan walaupun dengan puing-puing integritas yang terakhir.

"perang itu ternyata tidak akan pernah dimenangkan..........."

track "nice dream" mengalun indah,mengiringi angan melayang terbang dalam surga ketujuh,dimana perjalanan yang terlewati,semuanya terlihat sempurna.hitam putih kehidupan melebur menjadi warna pelangi melingkar di dalam jiwa yang sudah lama terpasung oleh hirarki dunia.

semoga "gerilya bawah tanah" tetap bisa menjaga surga itu.............

05 Desember 2009

MENGENANG KEMBALI SANG LEGENDA ROCK INDONESIA,ALM.UCOK AKA HARAHAP


sebetulnya saya tidak pantas membuat tulisan ini karena terus terang saya tidak pernah hidup di masa kejayaan sang legenda rock indonesia,ucok aka harahap yang telah berpulang ke rahmatullah kemarin.tetapi sebagai seorang penggila musik rock tanah air adalah sebuah kewajiban memberikan penghormatan terakhir kepada beliau,dan mungkin hanya inilah yang mampu saya berikan.............
ucok aka yang mempunyai nama asli ucok andalas datuk oloan harahap lahir di surabaya pada tanggal 23 bulan mei tahun 1940.dalam perjalanan karirnya di industri musik indonesia,nama ucok aka tidak bisa terlepas dari band rock asal kota surabaya bernama aka(singkatan dari apotik kali asin) dan proyek duo kribo bersama achmad albar yang dijuluki sebagai "the godfather of rock"nya indonesia.bagi mereka yang pernah menonton langsung penampilan ucok aka di masa keemasannya pasti sepakat berkata:"gila".almarhum pak dhe saya yang juga penggila musik rock pernah menceritakan kepada saya mengenai peristiwa tragis yang dialami ucok ketika tampil di jember(bersama bandnya ucok and his gang(uhisga),yang dibentuk ucok setelah aka) melakukan atraksi teatrikalnya dengan menggantung diri yang menyebabkan dirinya terjatuh dengan posisi kepala di bawah.kisah ini sempat membuat gempar dan menjadi topik pembicaraan anak muda penggila musik rock jember waktu itu selama beberapa bulan kedepan setelah kejadian.bahkan rumor beredar peristiwa itu dipicu oleh sentimen pribadi dan melibatkan paranormal yang dengan sengaja menggunakan tenaga ghaib untuk memutus tali gantungan yang dipakai ucok.
berbicara mengenai aksi teatrikal yang sering dilakukan ucok diatas panggung,tidak lebih dari sebuah pertunjukan.hal ini diakui ucok,"di panggung kita harus memberi hiburan dengan persentase enam puluh persen untuk mata dan empat puluh persen untuk telinga,hasilnya seperti itu".selain aksi menggantung diri,ucok juga mengusung peti mati,cambuk dan sebagainya.ucok sendiri tidak ingat persis ide-ide itu datang darimana,yang pasti setiap selesai manggung ia merasakan sekujur tubuhnya sakit-sakit.toh baginya ini merupakan konsekuensi dari sebuah pilihan.dan aksi-aksi teatrikal tersebut sudah dimulai sejak awal karir ucok bersama aka.bahkan denny mr dalam headlinesnya berani menyebutkan "selama lebih dari tujuh tahun aka menjadi representasi band dengan aksi panggung paling brutal dalam sejarah musik rock indonesia".( dikutip dari "lahar panas aka" oleh denny mr,majalah rolling stone indonesia,edisi 34,februari 2008 ).dan buat saya memang komentar itu bukan sesumbar atau omong kosong belaka.

apotik kali asin,atau lebih dikenal aka,dibentuk ucok pada 23 mei 1967,persis ketika ia berusia 27 tahun.nama itu diberikan oleh joe djauhari kustaman,saudara angkat ucok yang tinggal bersama keluarga harahap.nama itu diambil dari nama sebuah apotik milik dr.ismail harahap,yang tidak lain adalah ayah ucok sendiri.tahun-tahun pertama karir aka banyak melakukan bongkar pasang personil.hal yang lumrah buat sebuah band rock.apalagi di masa itu aktifitas ngeband tidak lebih dari penyaluran hobi semata.makanya kalau kita lihat band-band rock indonesia jaman dulu,tidak ada yang berhasil secara ekonomi,walaupun nama band mereka sudah besar,termasuk aka sendiri.sehingga mungkin boleh dibilang berkarir dalam musik rock tidak menjanjikan apa-apa.sampai pada akhirnya personel yang mampu bertahan dan solid adalah ucok "aka" harahap(vokal),soenatha tandjung(gitar),arthur kaunang(bass),syech abidin(drum).
kelebihan aka dibanding dengan band-band rock saat itu,masing-masing personel mampu menguasai alat-alat instrumen lainnya dan bisa bernyanyi dengan warna vokal yang berlainan selain penampilan sensasional ucok dengan aksi teatrikalnya yang penuh kejutan dan selalu ditunggu,yang akhirnya menjadi trade mark aka dalam setiap pertunjukannya.jadi jangan heran kalau kita mendengarkan album-album rekaman aka,tiap-tiap lagunya suara vokalnya berbeda-beda.selain itu,kepiawaian aka dalam membuat lagu berbahasa inggris mungkin berbeda dengan band-band rock indonesia yang berusaha kebarat-baratan.artikulasi,progresi nada serta ekspresi bernyanyi ucok maupun arthur sudah sulit dibedakan dengan pemusik luar negeri,bahkan dari inggris sekalipun.hal ini tidak bisa dipungkiri,karena ucok dan arthur memang pernah kuliah di ikip surubaya jurusan sastra inggris,tapi sayang tidak sampai menyelesaikan skripsinya.
umumnya band-band rock indonesia saat itu(atau sampai sekarang mungkin),supaya lebih bisa diterima oleh pasar atau biar bisa bertahan dalam industri musik,maka merilis album rekaman yang bernuansa pop adalah suatu keharusan.hal ini juga dilakukan oleh aka pada tahun 1974.hal ini membuat penggemar fanatik aka merasa dikhianati.keangkeran aka sebagai band rock yang disegani mulai memudar dan akhirnya nama mereka mulai dilupakan.sementara itu perbedaan prinsip antar sesama personel membuat aka semakin tidak jelas rimbanya.ucok larut dalam sensasi-sensasi yang diciptakannya,personel yang lain ingin mengedepankan musik berdasarkan sebuah konsep.inilah awal kehancuran aka dan terbentuknya band rock indonesia bernama sas.

beralih kepada proyek duo kribo,setelah aka mengalami masa sulit,ucok hijrah ke jakarta.di sini ucok membentuk band "ucok and his gang ( uhisga)","the yukas ( bersama yopie item )" dan "warrock".tapi dari ketiga band yang dibentuknya tidak ada yang bisa menjadi highlight di peta musik indonesia.malah nama ucok semakin tenggelam seiring masa suram industri musik rock di tanah air akibat lebih diterimanya musik berirama disco,pop dan dangdut di kalangan masyarakat.di masa ini beberapa pelaku dalam industri musik berusaha menaikkan kembali pamor musik rock dengan mensiasati menekan band-band rock membuat album-album rekaman yang bisa diterima dengan pasar,tapi hasilnya nihil.
ditengah kondisi seperti itu,salah satu pemilik perusahaan rekaman terbesar,pt.irama tara mempunyai ide untuk mempertemukan dua superstar rock yang memiliki ciri fisik yang sama yaitu berambut kribo dari dua band besar yang pernah menjadi highlight di peta musik rock tanah air,ucok dari band aka,jawara kota buaya,surabaya dan achmad albar dari band god bless,pionir kota metropolitan,jakarta.nama-nama yang menjadi jaminan daya jual tinggi dan ternyata ide ini tidak sia-sia.album perdana duo kribo volume 1,tembus di pasaran hingga 100.000 kaset.angka yang fantastis untuk ukuran pasar musik saat itu dan dari album inilah hit single "neraka jahanam" yang abadi itu dilahirkan.kesempatan langka seperti ini tidak disia-siakan oleh pihak produser rekaman untuk membuat album-album berikutnya.bahkan popularitas duo kribo memancing produser film untuk membuat sebuah film musikal dengan judul yang sama.dan lagi-lagi,film ini sukses besar.bahkan salah satu lagu dalam film tersebut,"panggung sandiwara" menjadi lagu rock paling fenomenal di tanah air.mungkin tidak terlalu berlebihan bila saya mensejajarkan lagu ini dengan "stairway to heaven"nya led zeppelin.
namun dibalik kesuksesan yang dicapai duo kribo,ada beberapa orang berpendapat porsi vokal ucok kurang dominan.beberapa alasanpun muncul,salah satunya yaitu hal ini dilakukan karena saat itu ucok tinggal di surabaya,sedangkan proses penggarapan album-album duo kribo dilakukan di jakarta.sehingga ucok hanya tinggal menyesuaikan saja warna vokalnya dengan achmad albar.saya pribadi menilai memang peran ucok di duo kribo sangat kurang.seperti hanya tempelan saja.sangat berbeda ketika ucok bernyanyi untuk aka.jadi kalau saya boleh menilai mungkin duo kribo adalah nama lain buat god bless,mengingat orang-orang di belakang layarnya adalah pentolan-pentolan god bless.sama halnya dengan gong 2000.tapi terlepas dari itu,bagaimanapun kehadiran duo kribo di industri musik tanah air telah memberi warna tersendiri,dan mungkin hanya duo kribo yang mampu merilis 3 album rekaman dalam satu tahun.

kini,ucok aka,sang legenda rock itu telah meninggalkan kita semua...sepak terjangnya di panggung musik rock dan di dunia industri rekaman musik indonesia hanya tinggal kenangan.mungkin beliau tidak mengenal saya,dan sayapun tidak mengenal beliau secara pribadi.tetapi dari satu kali pertemuan langsung dengan beliau di surabaya pada tahun 2002 di nada musika studio,saat saya dan band saya,serversick melakukan proses recording untuk mini album "terdigitasi",terpancar kharisma seorang rocker gaek yang patut disegani.bahkan ketika beliau mengajak kami untuk mengobrol,tidak ada satupun kata-kata yang mampu saya ucapkan.yang ada hanya keharuan dan kekaguman.dari kecil saya memuja beliau dan mengenalnya hanya dari kisah-kisah pak dhe saya dan saat itu saya berhadapan langsung dengan beliau.bahkan dulu pernah ada satu cerita,ketika jaman kaset pita masih berjaya,saya sempat sedih, menangis ketika seorang teman bilang punya kaset aka tetapi sudah ditindih rekaman band lain yang saat itu menjadi pujaannya.dan saking inginnya mendengarkan lagu-lagu aka,saya rela mengeluarkan uang 50 ribu,yang mana waktu itu jumlah uang yang sangat besar buat saya,untuk membeli album "aka in rock" di pinggiran jalan mall bandung indah plaza ketika saya kuliah di bandung.tetapi nilai uang itu tidak berarti apa-apa setelah terbayarkan dengan kepuasan batin seorang fans demi menghargai sebuah karya yang layak didokumentasikan.sampai saat ini kaset itu masih tersimpan rapi,dan kemarin ketika tersiar kabar kepergian beliau,kaset itu aku putar kembali sambil kupanjatkan do'a,.......semoga diterangkan alam kubur beliau,diampuni kesalahan beliau dan diterima kebaikan beliau......amin...... penulis adalah DWI CORENG Vocalis band metal SERVERSICK c/o :aziel.liberta@yahoo.co.id

02 Desember 2009

RESENSI : "paranormal activity" (movie)


Film horor sampai saat ini masih mempunyai segmen pasar yang cukup kuat,terutama di indonesia.namun dari sekian film-film yang hadir di pasaran,mungkin hanya segelintir yang bisa dikatakan bagus,terutama produksi lokal.

adalah film "keramat" yang mencoba memberikan sesuatu yang berbeda dari umumnya film horor yang beredar di pasaran.dengan menggunakan kamera handycam sebagai objek media yang dibiarkan merekam tiap scene dalam film sehingga memberikan nuansa tersendiri adalah ide langka,walaupun ini bukan yang pertama. 

baru-baru ini,ide sejenis juga dilakukan oleh sebuah film horor indie produksi hollywood,"paranormal activity" yang sekarang diputar di jaringan bioskop blitz megaplex.walaupun terkesan monoton karena setting yang diambil hanya pada satu tempat,yaitu sebuah rumah dengan tiap-tiap sudut ruangannya,tetapi film ini memberikan aura yang cukup kuat untuk sebuah film horor yang mencoba bercerita tentang hal-hal gaib.jangan berharap ada adegan hantu-hantu yang tiba-tiba muncul mengejutkan kita dengan bentuknya yang seram-seram layaknya film-film horor pada umumnya,karena dalam film ini sang sutradara sepertinya berusaha serealistis mungkin dan menegaskan bahwa hal-hal gaib memang tidak bisa ditangkap oleh panca indera ataupun kamera handycam dengan jelas.konflik yang terjadipun dibuat cukup kuat,antara logika ilmiah,emosional dan kegaiban itu sendiri.pintu yang bergerak-gerak,suara-suara

 aneh yang muncul,bayangan yang sekejap melintas sudah memberikan suasana kengerian yang membuat jantung kita berdegup dengan kencang.
yang lebih menarik lagi tidak adanya musik score yang mengiringi jalannya film,sehingga seolah-olah kita diajak mengikuti tiap-tiap aktifitas kedua tokoh utama dalam memecahkan misteri yang mereka hadapi.
pencantuman waktu,seperti jam,tanggal dan tahun untuk mendokumentasikan tiap-tiap aktifitas yang dilakukan oleh kedua tokoh utama yang merupakan pasangan kekasih yang hidup serumah,membuat film ini seolah-olah kejadian nyata.
hal yang dapat dipetik dari ide-ide film seperti ini adalah bahwa membuat sebuah film box office ternyata bukanlah sesuatu yang sulit dan biaya bukan menjadi faktor kendala utama.kadang kesederhanaan cerita bisa memberikan nilai yang berbeda ketika sebuah ide sederhana digali secara maksimal.silahkan mencoba dan selamat berkarya......... 


kontributor : Dwi Sucahyono c/o :aziel.liberta@yahoo.co.id

24 November 2009

TECHNOCORE POETS by Wishnu INSLAVE



TRILOGY BULAN PENUH #01



7 prkara cahaya tlh trsingkap..
7 mata angin tlh brputar dan badai malaikat menggila di vertikal 11

yg trlahir adlh benih yg meronta-ronta, terisak tragis mencari sebilah belati..
kemudian dia berdiri memegang kunci semesta..
dn brteriak
.. AKAN KUTIKAM BALIK KAU TUHAN ..

musim semi menari brsama api.. lalu mereka brsetubuh.. dn brsemilah tanah karatku..
tanah mahluk2 brsayap..
tanah bangsa mesin..

tanah kelahiran TUHAN baru..

 


TRILOGY BULAN PENUH #01 (b)
.. aku masih disini
menatap horizon berkerak darah,
sementara konstelasi kuda perak sedang menaungi musim semi..

tirai mataharipun trsingkap, telanjangi rahasia kekosongan..
adlh 0 1 7 7 1 0
adlh 0 1 9 kemudian hancur..

aku masih disini
antara trtunduk dn menari..
tarian api malaikat..
tarian daun yg gugur..
dan tarian bintang timur yg terkutuk..

aku masih disini..
tengadah memisah materi inti tuhan,
adlh perang..

antara aku dn DIA..

 


TRILOGY BULAN PENUH #02
... senyum malaikat KISWA
.. kebekuan
.. dimensi ungu
.. messias
.. salib putih
.. cahaya subuh

brgemuruh melingkari lubang hitam..
amarah dn tasbih membuat gerhana di pintu arsy..

.. akupun brdiri angkuh di vertikal 11,
trsenyum dingin dn brkata..
siapakah yg akan binasa ketakutan..

.. senyum srigala
.. musim gugur
.. tuhan yang brkarat
.. al masikh
.. salib patah
.. senja hitam

lihatlah..

mereka tlh mnjadi prhiasan baju zirahku.. 






TRILOGY BULAN PENUH bagian 2 b

... akhirnya kmbali..
..jalanan bising brdebu
.. menyentuh ujung lidah matahari
..brsetubuh dgn pigmen2 mimpi
.. brnafas dgn cahaya berwajah tanda
... hypernova


..dmana.. dmna..
lubang dimensiku..
sejenak trtipu..
ataukah trpecah di loncatan digitasi masa..

kmudian akupun trtawa..
karena lingkaran mata angin.. telah kuhancurkan


..7 pintu kekosongan akan trsingkap..

dn 1 pintu untuk mengakhiri sang INDUK..
telah memilihku


TELAH MEMILIHKU



TRILOGY BULAN PENUH bagian 3

apakah para malaikat sedang mengukir sayapnya..
sementara cahaya melesat dlm bulir2 salju yg menetes dr air mata Tuhan..

disaat aku sekarat melihat keindahan diriKU..







contact wishnu inslave :korosiv9@gmail.com

16 November 2009

BLOG OF THE YEAR 2009


AWARD INI KAMI ANUGERAHKAN KEPADA
1. KLASIK ROCK INDONESIA
2. UPEX ROCK
3. UNDUH MUSIK ANTIK
4. SILIAJI
5.ANGELOFRAVEN
6.NUANSA PENA
7.ROCKOSTALGIA
8.GERILYA BAWAK TANAH
9.METAL LAWAS
10.MAS FUNNY
SEMOGA AWARD INI BISA LEBIH MEMACU KITA UNTUK LEBIH KREATIF !!














Terima kasih untuk sahabat bloggerku 
UPEX ROCK yang telah memberikan award ini kepada SAHABAT ROCKERS. Ini merupakan award PERTAMA bagi blog ini.

Sebenarnya sangat banyak sobat teman yang selama ini menjalin persahabatan dengan saya, keinginan saya semua sobat dapat berikan award ini, tapi karena terbatas jadi seadanya saja. Insya Allah bagi sobat yang belum mendapatkannya akan saya berikan lagi, kalo saya mendapatkan award berikutnya.

Award ini saya berikan kembali kepada sobat blogger lainnya, antara lain ;
1. 
phonank
2. 
rumah blogger
3. 
brekele
4. 
javabis99
5. 
Apa Adanya 
6. 
Bie Azreena
7. 
Eros
8. 
Blog SEO
9. 
Catatan Putra
10. 
yans'dalamjeda'
11. 
Mas Doyok
12. 
Aldrix Blog
13. 
Klasik-Rock
14. 
blogtukanglistrik
15. 
UPEX ROCK
16. Aprie
17. Dicknyonyo
18. 
wandhe
19. 
Seribahasa
20. 
Gayuh 

06 November 2009

Jalur Homeless Crew Ujungberung Rebels


Ujungberung adalah sebuah kota kecamatan di Bandung bagian paling timur, terdapat di ketinggian 668 m di atas permukaan laut, berbatasan dengan Kecamatan Cibiru di timur, Kecamatan Arcamanik di barat, Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung di utara, dan Kecamatan Arcamanik di Selatan. Luasnya 1.035,411 Ha, dengan jumlah penduduk 67.144 jiwa. Sejak dulu, Ujungberung terkenal sangat kental dengan seni tradisionalnya, terutama seni bela diri benjang, pencak silat, angklung, bengberokan, dan kacapi suling.
Kultur kesenian rupanya tak lekang dari generasi muda Ujungberung walau Ujungberung kemudian dibom oleh kultur industri. Daya eksplorasi kesenian yang tinggi membuat tipikal seniman-seniman muda Ujungberung terbuka terhadap segala pengaruh kesenian. Salah satu yang kemudian berkembang pesat di Ujungberung selain seni tradisional adalah musik rock/metal. Berbicara mengenai hasrat musik ini, focus kita tentu saja akan tertuju pada komunitas metal tertua dan terkuat, Ujungberung Rebels.
Dapat dianggap, Kang Koeple (kakak Yayat-produser Burgerkill) dan Kang Bey (kakak Dani-Jasad) adalah generasi awal pemain band rock di Ujungberung. Pertengahan tahun 1980an hingga awal 1990an, mereka memainkan lagu-lagu rock semacam Deep Purple, Led Zeppelin, Queen, dan Iron Maiden selain juga menciptakan lagu sendiri. Era ini kultur panggung yang berkembang Ujungberung, dan juga di Bandung, adalah kultur festival. Band tandang-tanding di sebuah festival musik dan band yang menang akan masuk dapur rekaman. Kita mungkin masih ingat Rudal Rock Band, salah satu band rock yang lahir dan sukses dari kultur ini—dan kemudia mengispirasi banyak anak muda untuk emmainkan mwtal ayng dari hari ke hari semakin kencang saja.
Tahun 1990 di Ujungberung misalnya, Yayat mendirikan Orthodox bersama Dani, Agus, dan Andris. Orthodox memainkan Sepultura album Morbid Vision dan Schizophrenia. Sementara itu di Ujungberung sebelah barat, Sukaasih, berdiri Funeral dan Necromancy. Funeral digawangi Uwo, Agus, Iput, dan Aam. Mereka memainkan lagu-lagu Sepultura, Napalm Death, Terrorizer, dan lagu-lagusendiri. Sementara itu, Necromancy—Dinan, Oje, Punky, Andre, Boy—memainkan lagu-lagu Carcass dan Megadeth, selain juga menggeber lagu-lagu sendiri. Di Ujungberung sebelah timur, tepatnya di daerah Cilengkrang I, Tirtawening, berdiri Jasad yang digawangi Yulli, Tito, Hendrik, Ayi. Mereka membawakan lagu-lagu Metallica dan Sepultura. Sementara itu, di Cilengkrang II kawasan Manglayang, berdiri band Monster yang membawakan heavy metal ciptaan sendiri dengan motor gitaris Ikin, didukung Yadi, Abo, Yordan, Kenco, dan Kimung.
Yang unik, perkenalan para pionir ini berawal dari tren anak muda saat itu : main brik-brikan. Dinan (Necromancy) pertama kali kenal dengan Uwo-Agus (Funeral) dari jamming brik-brikan. Pun di kawasan Manglayang. Para personil Monster adalah para pecandu brik-brikan. Mereka berbincang mengenai musik, saling tukar informasi, dan akhirnya bertemu, membuat band, dan membangun komunitas. Selain brik-brikan, faktor kawan sesekolah juga menjadi stimulan terbentuknya sebuah band. SMP 1 Ujungberung—kini SMP 8 Bandung—menyumbangkan Toxic—Addy-Ferly-Cecep-Kudung—yang merupakan cikal bakal dari Forgotten. Band anak-anak SMP ini berdiri sekitar tahun 1991 atau 1992. Addy kita kenal sebagai vokalis Forgotten. Sementara Ferly adalah gitaris Jasad sekarang. Belum lagi band-band di SMA 1 Uungberung—kini SMA 24 Bandung—yang tak tercatatkan saking banyaknya.
Di antara band-band tersebut, band yang berhasil membangun jaringan pertemanan yang baik adalah Funeral dan Necromancy. Bersama kawan-kawan sesama penggila musik ekstrim dari seantero Bandung, mereka berkumpul di lantai 3 Bandung Indah Plaza (BIP) dan membentuk kelompok yang mereka namakan Bandung Death Brutality Area atau sering mereka sinfkat Badebah. Selain Funeral dan Necromancy, tercatat band Voila dan The Chronic yang juga termasuk ke dalam komunitas Badebah. Nama Badebah juga kemduian diadopsi menjadi sebuah program siaran di Radio Salam Rama Dwihasta yang dibawakan oleh Agung, Dinan, Uwo, Agus, dan Iput di Sukaasih, Ujungberung, tahun 1992. Program Badebah memutarkan lagu-lagu ekstrim, dari thrash metal, crossover, hingga death metal, dan grindcore—yang saat itu tentu masih asing di tengah dominasi hard rock, heavy metal, atau speed metal. 
Homeless Crew 
Kultur festival yang dirasa kurang bersahabat membuat gerah segelintir musisi muda. Dalam festival mereka harus memenuhui banyak syarat yang intinya adalah sama : menuntut band untuk menampilkan wajah sama, bermanis muka agar menang di depan sponsor atau produser. Hal itu memangkas semangat ekspresi rock/metal juga semangat terdalam dan manusiawi dalam diri seorang seniman untuk berkarya. Dengan kesadaran baru itu gelintiran musisi muda Ujungberung maju dan merangsek jalanan.
Di saat yang sama, generasi baru di bawah anak-anak Badebah mulai berkumpul dan membentuk kelompok pecinta metal ekstrim semacam Badebah. Mereka menamakan diri Bandung Lunatic Underground (BLU) yang didirikan secara kolektif oleh Ipunk, Romy, Gatot, Yayat, Dani, Bangke, dan lain-lain. Seperti halnya Badebah, BLU menampung banyak hasrat music dari metal, hardcore, hingga punk. Di bawah BLU, pengembangan jaringan pertemanan para pecinta metal semakin meluas saja. Music metal ekstrim juga semakin ramai dengan terbukanya GOR Saparua untuk pergeralan-pergelaran music ekstrim.
Di Ujungberung sendiri, perkembangan musik ekstrim didukung oleh Studio Palapa, sebuah studio music milik Kang Memet yang dikelola oleh duet maut Yayat dan Dani. Studio ini kemudian menjadi kawah candradimuka band-band Ujungberung hingga melahirkan band-band besar, kru-kru yang solid, dan musisi-musisi jempolan. Studio Palapa juga yang kemudian melahirkan rilisan-rilisan kaset pertama di Indonesia. Mereka merekam lagu-lagu dengan biaya sendiri, mendistribusikan sendiri, melakukan semua dengan spirit Do It Yourself. Dari sepuluh band independen di Indonesia yang tercatat Majalah Hai tahun 1996, tiga di antaranya berasal dari Ujungberung. Mereka adalah Sonic Torment, Jasad, dan Sacrilegious. Label dan perusahaan rekaman yang mereka kibarkan adalah Palapa Records.
Sayang dinamika ini berbanding terbalik dengan BLU. Tahun 1994, organisasi pecinta music ekstrim ini terpecah ketika scene metal semakin ramai. Setidaknya, kelompok ini terbagi tiga, yaitu Black Mass yang terdiri dari anak-anak black metal, Grind Ultimatum yang terdiri dari anak-anak grindcore, dan sisanya, kebanyakan anak-anak Ujungberung yang lebih terbuka dan inklusif dalam mengapresiasi music, membentuk Extreme Noise Grinding (ENG) awal tahun 1995. Yayat adalah tokoh sentral ENG.
Propaganda awal ENG ada tiga, yaitu membuat media komunitas musik metal bawahtanah, membuat pergelaran music metal sendiri, dan mebentuk kru yang mendukung performa band-band Ujungberung. Manifestasi dari propaganda media adalah berdirinya Revograms Zine yang dibentuk oleh Dinan pada April 1995 dengan tim redaksi yang terdiri dari Ivan, Kimung, Yayat, Dandan, Sule, Gatot. Manifestasi dari propaganda pergelaran sendiri band-band Ujungberung adalah digelarnya acara Bandung Berisik Demo Tour yang lalu dikenal sebagai Bandung Berisik I. Di acara ini lima belas band Ujungberung unjuk gigi, ditambah bintang tamu Insanity dari Jakarta. Tahun 2004 kelak, bandung Berisik IV di Stadion Persib dicatat oleh Time Asia sebagai pergelaran music bawahtanah terbesar di Asia setelah berhasil menyedot audiens sebanyak 25.000 metalhead dari seluruh Indonesia.
Sementara itu, manifestasi dari propaganda kru band adalah dengan terbentuknya Homeless Crew. Ini merupakan kelompok musisi-musisi muda yang aktif mempelajari seluk beluk sound system dan teknis pergelaran sebuah band dengan cara belajanr langsung menjadi kru band kawan-kawannya. Pada gilirannya, Homeless Crew tak Cuma berperan sebagai kru yang vital bagi sebuha band, tapi juga menjadi gaya hidup anti-mapan ala anak-anak Ujungberung yang menolak untuk “berumah”. Gaya hidup anti-mapan ini bukan hanya ada di alam pikiran anak-anak Ujungberung, namun benar-benar mereka amalkan dengan keluar rumah, bergabung dengan kelompok mereka untuk tinggal bersama di jalanan. Para pencetus Homeless Crew adalah Yayat, Ivan Scumbag, Kimung, Addy Gembel, dan tentu saja sang radikal, Dinan.
Ujungberung Rebels
Antara tahun 1995 hingga 1997, Homeless Crew semakin berkembang pesat. Setidaknya ada dua puluh band berdesakan hidup di jalanan Ujungberung dengan semangat juang yang tinggi. Seiring dengan penggarapan Bandung Berisik II, Homeless Crew berencana menghimpun kekuatan band-band mereka ke dalam satu kompilasi. Proyek ini dikomandoi sendiri oleh Yayat sehabis bandung Berisik II usai digelar. Ada enam belas band ikut serta mendukung kompilasi ini dan membiayai rekaman mereka secara swadaya. Mereka kemudian menamai kompilasi mereka Ujungberung Rebels. Istilah “rebels” digunakan karena apa yang mereka lakukan pada saat itu adalah memang sebuah pemberontakan. Bukan hanya pemberontakan pada scene music secara umum yang sangat didominasi music pop, tapi juga pemberontakan kepada pengkotak-kotakan music yang berujung pada perpecahan genre di scene bawahtanah Bandung. Melalui kompilasi ini, Homeless Crew bagai ingin menunjukkan wajah keragaman music yang ada di Ujugnberung. Dan memang tak cuma death metal dan grindcore hadir dalam kompilasi ini. Punk, gothic, dan hardcore ikut mewarnai kompilasi ini.
Kompilasi ini akhirnya dirilis Independen Records dengan tajuk Independen Rebels dengan nilai transaksi empat belas juta rupiah pada tahun 1998. Namun demikian, walau nama “Ujungberung Rebels” tak jadi dijadikan judul kompilasi, namun namanya tak lantas pudar. Ujungberung Rebels malah kemudian menjadi identitas baru bagi komunitas musik metal bawahtanah Ujungberung, berdampingan dengan nama Homeless Crew. Masa itu, jika memanggil Ujungberung Rebels maka identifikasi scene akan langsung tertuju pada Homeless Crew.
Dari keuntungan kompilasi Independen Rebels, Yayat kemudian mendirikan sebuah distro yang menampung hasil kreativitas anak-anak Ujungberung dan Indonesia pada umumnya, Distro tersebut ia namai Rebellion, bertempat di jl. Rumah Sakit Ujungberung. Kabarnya, Rebellion adalah distro kedua di Indonesia setelah Reverse Outfit. Belakangan,Rebellion pindah, bersinergi dengan Pisces Studio. Pisces adalah studio milik Dandan ketika Kang Memet akhirnya memutuskan menjual alat-alat band Studio Palapa, Februari 1997.
Sementara dinamika rilisan kaset menggila, begitu juga dengan zine dan media. Zine kedua setelah Revogram adalah Ujungberung Update. Mereka yang berada di balik Ujungberung Update adalah Addy Gembel, Amenk, dan Sule. Merekalah yang kemudian membuat istilah tren saat itu : Gogon, singkatan dari “Gosip-gosip Underground”. Setelah Ujungberung Update, kemudian lahir Crypt from the Abyss yang diasuh oleh Opick Dead, gitaris Sacrilegious saat itu, Loud n’ Freaks yang diasuh oleh Toto, penabuh drum Burgerkill, dan The Evening Sun yang diasuh Dandan sang drummer Jasad. Belakangan, tahun 2000an, Toto bersinergi dengan Eben membuat zine NuNoise, salah satu zine progresif yang mengkover pergerakan musik termutakhir. Selain itu, Toto juga secara intens menerbitkan newsletter bernama Pointless selama tahun 2003 hingga 2005. Zine lainnya yang fenomenal dan terus bergerak hingga kini adalah Rottrevore yang diasuh oleh Rio serta Ferly, gitaris Jasad, merupakan media propaganda musik metal. Belakangan, Rottrevore berkembang menjadi perusahaan rekaman khusus musik metal. Rottrevore dimiliki grinder Jakarta, Rio, tapi dikelola oleh anak-anak Ujungberung Rebels. 
Baby Riots War Machine Squad, Grinding Punk Corporation, Cicaheum Hell Park
Baby Riots adalah sebutan anak-anak Ujungberung Rebels bagi pasukan tempur bentukan Butchex, pentolan band The Cruels dan Mesin Tempur. Tahun 1999 Ujungberung Rebels berkembang semakin pesat secara kualitas, kuantitas, dan totalitas. Saat itu juga mulai terasa konflik dan gesekan antara para metalhead kita dengan masyarakat sekitar. Ujungberung yang berkultur indsutri dan merupakan daerah peralihan yang tanggung—kampung bukan, kotapun bukan—melahirkan banyak juga komunitas lain yang serba tanggung dan kemudian lazim kita namakan preman. Mereka kurang senang melihat anak-anak Ujungberung dengan segala totalitasnya, wara-wiri di jalanan Ujungberung. Bentrokan dengan preman-preman pun semakin sering terjadi. Tak hanya itu, perkembangan di scene music yang semakin diwarnai premanisme juga semakin memperkokoh Homeless Crew Ujungberung Rebels untuk berbuat sesuatu. Dan sesuatu itu adalah dibentuknya Baby Riots War Machine Squad.
Baby Riots War Machine Squad adalah pasukan tempur Ujungberung Rebels yang setia membela kepentingan para “presiden metal” Ujungberung Rebels. Menurut Butchex, sang panglima, Baby Riots adalah campuran anak-anak jalanan Cicukang dan Cicaheum yang barbar dan tak memiliki hasrat lain selain bertempur. Baby Riots akan segera keluar sarang jika ada yang mengganggu para pionir Ujungberung. Untuk menjadi anggotanya tak mudah. Mereka akan dipantau oleh Butchex, sang komandan, dilihat dari heroisme mereka membela Ujungberung dan bila sudah terbukti mereka akan diberi kalung silet sebagai simbol keanggotaannya. Namun demikian, karena semakin liar dan tak terkendali, Butchex kemudian membubarkan Baby Riots.
Di saat yang bersamaan, gairah bermusik Butchex juga semakin membara ketika akhirnya menemukan hasrat musik yang selama ini terus ia bayangkan. Hasrat itu ia dapatkan ketika bandnya, The Cruels, digarap oleh musisi-musisi metal semacam Dani Jasad, OpikDead, dan Komenk. Bersama tiga metalhead inilah Butchex merumuskan music punk baru yang kental dengan aura metal dan grindcore, hingga akhirnya lahirlahalbum The Cruels, Hollow Horror tahun 2001. Dalam sampul bagian dalamnya, The Cruels menuliskan propaganda musik mereka “It’s a punk grinding time!” Secara tidak langsung, propaganda itu adalah proklamasi berdirinya sel baru yang tak kalah bahaya dari Ujugnberung Rebels, Grinding Punk Corporation (GPC). Setidaknya ada enam band yang menurut Butchex hadir di awal berdirinya GPC. Mereka adalah The Cruels, Bloodgush, Sedusa, Caravan of Anaconda, Pemberontak, dan Six Men from Egypt. Segera saja GPC berkembang ke seantero scene. GPC kemudian berkoalisi dengan Saraf Timur Squad Cicalengka dengan ikon-ikonnya seperti Tikus Kampung dan Punklung.
Ketika akhirnya Butchex bosan bermusik, ia membunuh bosan itu dengan bermain skateboard. Di scene ini, ia juga lalu membentuk sebuah kelompok pecinta skateboard yang kerap bermain skateboard di belakang Terminal Cicaheum Bandung sekitar tahun 2002 atau 2003. Karena begitu rawan bentrokan dengan preman-preman terminal serta begitu jalanannya tempat para skater ini bermain-main, Butchex menamakan kelompoknya, Cicaheum Hell Park (CHP). Belakangan, CHP juga sering berkolaborasi dengan Neverland Sakteboard yang terdiri dari bocah-bocan skater asuhan Pei dari Ujugnberung melalui program kampanye bermain lima belas menit bersama anak-anak dalam satu hari, Never Grow Up.
Bandung Death Metal Syndicate dan Sunda Underground
Pertengahan tahun 2000an, scene musik Indoensia dibombardir oleh emocore. Hampir semua panggung pergelaran didominasi oleh hasrat music ini, bagaikan tak pernah akan ada lagi panggung untuk death metal. Prihatin dengan fenimena ini, para pionir Ujungberung Rebels semakin intens membincangkan fenomena yang memprihatinkan ini. Death emtal akan tenggelam jika para pionir diam saja menandangi kudeta panggung emocore atas detah metal itu. Maka ketika tak ada lagi panggung dari orang lain untuk death metal, para pionir sepakat untuk mulai memikirkan bagaimana menggarap panggung sendiri yang mementaskan hanya death metal saja. Tiga pionir yang kemudian mengeksekusi hasrat tersebut adalah Man, Amenk, dan Okid. Mereka sepakat menggarap Bandung Death Fest tahun 2006 yang mementaskan band-band death metal Ujungberung, Bandung, dan Indonesia. Bandung Death Fest 2006 digelar dengan sukses di bawah kerja sebuah kolektif bernama Homeless Grind.
Tahun 2007, ketika proses persiapan bandung Death Fest II, Homeless Grind berganti nama menjadi Bandung Death Metal Syndicate (BDMS). Ada beberapa perubahan penting yang patut dicatat di sini. Yangpaling jelas adalah komitmen anak-anak Ujugnebrung Rebels yang semakin tinggi terhadap kebudayaan tradisional, dalam hal ini Kasundaan. Man saat itu membuat logo BDMS bergambar dua kujang yang saling bersilang dengan semboyan yang fenomenal Panceg Dina Galur. Komitmen Kasundaan juga dibuktikan dengan dimasukkannya pencak silat dan debus sebagai pertunjukan plus dalam Bandung Death Fest II. Saat ini pula BDMS mulai kenal dengan Kang Utun, salah satu aktivis lingkungan hidup dan Kasundaan yang kemudian semakin membukakan gerbang adat kepada para metalhead muda kita.
Masa inilah Ujungberung Rebels semakin dekat dengan kelompok-kelompok Kasundaan di Bandung. Mereka semakin sering menghadiri berbagai acara adat dari pabaru Sunda, Rarajahan, Tumpek Kaliwon, atau hanya kongkow-kongkow santai membincangkan berbagai hal ngalor-ngidul. Atas keikutsertaannya dalam berbagai acara adat, Ujungberung Rebels kemudian sering dijuluki juga sebagai Kelompok Kampung Adat Sunda Underground. Komitmen Kasundaan semakin menyala-nyala ketika akhirnya berdiri Karinding Attack yang beranggotakan Man, Amenk, Kimung, Jawish, Gustavo, Ari, dan Kimo selain juga Kang Utun, mang Engkus, dan kang Hendra yang mewakili kelompok adat Kasundaan.
Di sisi lain BDMS semakin nyata menunjukkan taringnya ketika berhasil dengan mansi dan kreatif berkolaborasi dengan pihak tentara ketika menggelar Bandung Death Fest III 9 Agustus 2008 yang memapu menyedot penonton hingga 15.000 metalhead muda. Fenomena yang sama juga terulang tanggal 17 Oktober 2009 ketika BDMS menggarap Bandung Death Fest IV kembali di Lapangan Yon Zipur. Patut dicatat pula, dua pergelaran terakhir itu adalah kolaborasi Ujungberung Rebels dengan scene komunitaas kreatif bandung yang termaktub dalam pergelaran bersama Helarfest 2008 dan Helarfest 2009.
Begundal Hell Club dan Bandung Oral History
Begundal Hell Club (BHC) berdiri tahun 2007, merupakan fansclub Burgerkill. Sejak berdirinya, klub ini mendapat sambutan yang sangat baik dari khalayak. Kini BHC tak hanya menyebar di Indonesia, tapi juga hingga Australia. BHC Australia juga yang berperan besar ketika Burgerkill akhirnya bisa tur di Australia barat awal tahun 2008. Eben sang kreator dan otak dari BHC berperan besar dalam mengembangkan klub ini. Berbagai acara beraura pendidikan komunitas telah digelar BHC sepanjang usia mereka yang baru seumur jagung. Kini BHC sedang berancang-ancang untuk membuat pergelaran khusus BHC dan juga kompilasi band-band BHC.
Aroma pendidikan komunitas yang lebih kental tercium dari kelompok riset Bandung Oral History (BOH). Kelompok ini berdiri Desember 2008, diprakarsai oleh Kimung dan Gustaff, mengkhususkan diri berkecimpung di riset sejarah Kota Bandung dengan metode sejarah lisan sebagai metode utama. Sejak berdiri, hingga kini, setidaknya ada dua puluh draft outline riset yang telah dihasilkan para periset. Beberapa draft tersebut adalah riset tentang GOR Saparua, Viking Persib, kiprah para wanita di scene bawahtanah Bandung, kiprah para orang tua di scene bawahtanah Bandung, sejarah Ripple, fenomena CD bajakan di Kota Bandung, gambaran umum komunitas kreatif di Bandung, sejarah kusen keluarga, biografi Priston sang anak jalanan, sejarah Benajng, sejarah Tajimalela di SMAN 1 Cileunyi, sejarah Kopi Aroma, sejarah Persib, sejarah band Sonic Torment, sejarah band Homicide, sejarah GMR FM, sejarah bandung eath Metal Syndicate, kiprah Tiger Association Bandung, fenomena All Star di scene indie Bandung, serta riset mengenai Ujungberung Rebels.
Bulan Februari 2009, BOH menggelar pameran hasil riset bersama mereka mengenai kompilasi-kompialsi yang ada di Kota bandung anatar tahun 1995 hingga 2008. Setidaknya ada tujuh puluh enam kompilasi yang mereka riset berdasarkan bimbingan Idhar dan Kimung. Kini setidaknya ada dua belas riset berkaitan dengan wajah Kota Bandung yang terus dilakukan oleh para periset muda BOH. Hasil riset BOH dipresentasikan tanggal 29 Oktober 2009 di Commonroom dalam acara Nu Substance Festival yang juga termaktub ke dalam Helarfest 2009.
Ekonomi Kreatif Ujungberung Rebels
Dinamika pergerakan Ujungberung Rebels semakin menggurita saja dari hari ke hari. Kini setidaknya ada tiga lahan garapan ekonomi kreatif yang berkembang di komunitas Ujungberung Rebels, yaitu fesyen, rekaman, dan literasi. Yang paling subur adalah indsutri fesyen. Setidaknya ada enam industri fesyen yang digagas para pentolan Ujungberung Rebels, mulai dari Media Graphic dan distro Chronic Rock yang dijalankan Eben, Distribute yang dijalankan Pey, Reek yang dijalankan Ferly dan Man, Melted yang dijalankan Amenk dan Andris, CV Mus yang dijalankan Mbie, serta Scumbag Premium Throath yang ini diteruskan Erick sepeninggal Ivan.
Di bidang industri rekaman, Ujungberung memiliki dua perusahaan rekaman yang sangat dinamis, Rottrevore Records yang dijalankan Rio dan Ferly serta Revolt! Records yang dijalankan Eben. Rottrevore bahkan memiliki media literasi berupa majalah metal kencang bernama Rottrevore Magazine. Pentolan Ujungberung lainnya yang aktif di dunia literasi adalah Iit dengan toko buku Omuniuum-nya serta Kimung dengan zine MinorBacaanKecil dan penerbitan Minor Books yang menerbitkan biografi Ivan, Myself : Scumbag Beyond Life and Death, sebuah buku fenomenal, bagian dari trilogi sejarah Ujungberung Rebels dan Bandung Underground.
Tentu selain tiga lahan garapan tersebut masih banyak yang lainnya seperti bisnis warnet yang dikelola Kudung atau toko musik atau sentra kuliner. Semua lahan garapan pentolan-pentolan anak-anak Ujungberung Rebels tersebut jelas membuka lebar perbaikan perekonomian minimal di kalangan internal Ujungberung Rebels sendiri, maksimal ya…mungkin membayarkan hutang Indonesia raya yang bejibun itu.
Segala pencapaian itu tak datang dengan sendirinya. Segala datang bersama daya konsistensi yang sangat tinggi dan idealisme yang teguh digenggam satu tangan, sementara tangan yang lain menghajar jalanan dengan senjata kreativitas. Tapi kunci dari segalanya adalah keteguhan prinsip. Panceg dina galur, tidak gamang menghadapi perubahan. Membaca segala perubahan sebagai kulit saja bukan sebuah inti, sehingga ketika harus menyesuaikan diri dengan perubahan tak lantas kehilangan diri tenggelam dalam euforia di permukaan.
Segala pencapaian itu juga harus dikelola dengan sinergi yang positif di antara lahan-lahan garapan kreativitas sehingga akan terus berkembang dan pada gilirannya menyumbangkan hal positif bagi masyarakat kebanyakan. Sebuah sentra bisnis dan pusat pengembangan budaya di Ujungberung pasti akan menjadi wadah yang menampung segala aspirasi dan hasil kreativitas mereka menuju totalitas yang paling maksimal. Mininal gedung konser yang di dalamnya terdapat juga youth center, dan pusat dokumentasi dan pengembangan riset sosial budaya yang memadai. Berangan-angan? Tidak juga! Panceg dina galur!
*Penulis adalah musisi, editor zine Minor bacaan Kecil (KIMUNG CORE)

01 November 2009

Malang Underground Rock Story

Benarkah kota Malang sudah rock & roll sejak tempo doeloe? Seperti apa iklim scene musik dan komunitas penggemar musik keras di wilayah lokal pada jaman baheula? Siapa saja pionir yang bertanggungjawab atas 'kecadasan' di kota dingin ini? Ini catatan historis tentang perkembangan budaya musik cadas dan komunitasnya di kota Malang. Halaman pertama dari peradaban lokal seni musik dan revolusi rock & roll yang masih terus bekerja...

Periode Pemecah Es [1970-an]

Sebenarnya benih-benih rock & roll di kota Malang sudah muncul sejak awal era '60-an, ketika bocah berusia sebelas tahun, Abadi Soesman, untuk pertama kalinya membentuk grupband bernama Irama Abadi, 1 April 1960. Masyarakat dunia saat itu sedang dihinggapi wabah musik rock & roll yang dipelopori oleh Elvis Prestley, Chuck Berry, dan The Beatles. Trend tersebut menyeberang ke Indonesia dan ikut meracuni selera anak-anak muda negeri ini.

Namun seperti yang kita ketahui, memainkan musik rock pada era orde lama masih dianggap tabu. Bentuk kesenian yang kebarat-baratan sangat dibatasi geraknya. Para musisi dan seniman otomatis susah berkembang serta makin terpojokkan. Rezim pemerintah terus mendorong masyarakat untuk menjauhi musik rock. The Beatles dilarang, bahkan Koes Plus dipenjara. Rambut panjang diharamkan, dan musik rock disebut 'musik setan'.

Anak-anak muda yang berniat untuk main musik dicap tidak punya masa depan. Mereka hampir selalu dilecehkan oleh para generasi tua, terutama calon mertua. "Dulu, pemusik adalah derajat paling rendah, dan sedikit naik tingkat setelah heboh narkoba," ungkap Abadi Soesman ketika diwawancarai Kompas, November 2006 lalu.

Malang hanyalah kota kecil yang jauh dari gemerlap industri musik seperti halnya Jakarta. Banyak remaja yang ingin sekedar main band, namun terganjal pada sarana alat musik yang mahal dan terbatas. Beberapa grup musik baru bisa berlatih dan manggung setelah didanai oleh perusahaan besar. Sebut saja nama Bentoel band atau Oepet band, yang disponsori pabrik rokok terbesar di Malang. Sejumlah band lainnya seperti Zodiak, Panca Nada, Arulan, atau Swita Rama, rata-rata juga milik perusahaan tertentu. Iklim bermusik seperti itu dirasa cukup menyedihkan serta kurang menjanjikan bagi para musisi lokal.

Selera kuping arek-arek Malang pada jaman dulu tidak pernah bergeser jauh dari genre musik keras - mulai dari yang bernuansa hardrock, slowrock, folk-rock, art-rock atau psychedelic rock sekalipun. Komposisi musik seperti yang dimainkan Led Zeppelin, Genesis, Rolling Stones, Janis Joplin, The Doors, Uriah Heep, Yes, Deep Purple, Rainbow, Pink Floyd, Rush, atau Queen adalah beberapa nama paten yang sangat digilai anak muda Malang.

"Dulu semua band di Malang memang rock. Saya dan Ian Antono punya filosofi yang sama, dan kami bersatu karena musik rock," tutur Abadi Soesman seraya menyebut nama salah satu legenda musik rock kelahiran Malang yang paling terkenal hingga sekarang.

Ian Antono lahir di Malang, 29 Oktober 1950, dengan nama asli Yusuf Antono Djojo. Sewaktu kecil ia sempat memegang instrumen ketipung dalam suatu band bocah beraliran melayu. Ian yang saat itu menyukai lagu-lagu dari The Shadows atau The Ventures, kemudian memperkuat band keluarga Zodiacs bersama kakak-kakaknya.

Pada tahun 1969, Ian hijrah ke Jakarta bersama Abadi Soesman dan bermain musik di Hotel Marcopolo. Dua tahun kemudian ia kembali ke Malang untuk bergabung dengan band Bentoel sebagai pemain drum, yang lalu beralih ke gitar. Saat itu ia mengaku terpengaruh oleh Deep Purple, Alice Cooper, Jethro Tull, Edgar Winter, dan James Gang - serta meniru segala gaya mereka mulai dari penampilan fisik, kostum, aksi panggung, bahkan sampai ke cara bermusiknya.

Bentoel kemudian menjadi salah satu kelompok musik rock yang paling populer di kota Malang. Barisan yang dimotori vokalis Micky Jaguar dan drummer Ian Antono itu terkenal eksentrik dan selalu penuh kejutan. Pada tahun 1972, mereka diundang tampil membuka konser Victor Wood di Gelora Pancasila, Surabaya. Dalam kesempatan tersebut, Micky Jaguar melakukan atraksi panggung yang sensasional. Sembari menyanyikan lagu John Barlecon [Traffic], ia menyembelih seekor kelinci dan meminum darahnya. Gara-gara atraksinya itu, ia terpaksa berurusan dengan pihak berwajib.

Sayangnya Bentoel tidak berumur panjang dan tidak sempat merekam apa-apa. Pada tahun 1974, Ian Antono diminta Ahmad Albar untuk kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Godbless. Di kelompok itu, Ian mulai coba-coba menulis lagu dan menata musik untuk album Huma di Atas Bukit [1976]. Baginya, ada semacam proses transformasi dari sekadar bermain menuju ke tahap penciptaan. Hingga kemudian nama Ian Antono juga dikenal sebagai penulis lagu dan penata musik untuk sekitar 400-an lagu yang dimainkan Godbless, Duo Kribo, Ucok Harahap, Nicky Astria, Iwan Fals, Anggun Cipta Sasmi, hingga Grace Simon.

Sementara itu, bubarnya Bentoel memaksa vokalis Micky Jaguar bergabung dalam Ogle Eyes, grup musik yang juga diperkuat oleh mantan personil Giant Step [Bandung], keyboardist Jocky Soerjoprayogo dan drummer Sammy Zakaria. Ia juga sempat memulai karir solonya dengan merekam album bertitel Metropolitan [Prawita records]. Pada rilisan tersebut, ia berduet dengan Sylvia Saartje di lagu yang berjudul Wanita. Saat ini, kaset solo Micky Jaguar menjadi barang langka dan collector item yang bernilai tinggi.

Nama sang ladyrocker, Silvia Saartje, tentu cukup populer bagi penggemar musik rock lokal. Penyanyi rock kelahiran Arnheim [Belanda] yang bermukim di Malang ini sempat tenar lewat singel Biarawati ciptaan Ian Antono. Di kala manggung, perempuan ini selalu memakai kostum yang agak seronok dan menghebohkan. Salah satu pentasnya yang paling diingat publik Malang adalah ketika membantu Elpamas dalam mengkover lagu Pink Floyd yang terkenal sangat rumit, The Great Gig In The Sky. Selama karirnya, Sylvia Saartje telah menelurkan tujuh buah rekaman. Ia juga sempat tampil sebagai penyanyi dalam film Kodrat garapan Slamet Raharjo. Beberapa tahun terakhir ini, namanya terkadang masih mondar-mandir mengisi program musik rock dan blues di sebuah stasiun televisi.

Selama era '70-an, beberapa musisi lokal mulai terpikir untuk hijrah ke ibukota. "Dulu, Jakarta itu seperti luar negeri," kenang Abadi Soesman. Sebagai pusat industri, Jakarta memang menarik dan lebih terbuka bagi peluang karir di bidang musik. Mitos klasik bahwa musisi daerah kalau ingin sukses musti hijrah ke ibukota memang tidak bisa dipungkiri, dan hampir benar adanya. Sentralisasi industri musik nasional malah cenderung melanggengkan keabsahan rumus yang terkadang masih berlaku hingga sekarang itu.

Sementara evolusi rock & roll di kota Malang terus berjalan. Band-band baru bermunculan dari berbagai ajang festival dan parade musik lokal. Aksi mereka juga selaras dengan kebiasaan band rock nasional generasi awal - seperti Cockpit [Jakarta], Trencem [Solo] Godbless [Jakarta], Giant Step [Bandung] atau AKA/SAS [Surabaya] - yang lebih sering membawakan karya lagu musisi luar dan cenderung malas menulis lagu sendiri. Makanya hanya sedikit sekali rekaman album bahkan sekedar demo yang dirilis pada jaman itu.

Selera pasar dan kebiasaan musisi yang terlalu 'memuja band asing' itu akhirnya memberi imbas di setiap pertunjukan musik. Penonton hampir selalu menuntut band yang tampil di panggung untuk bermain 'persis kaset' istilahnya. Mereka hanya ingin mendengar lagu favoritnya dan tidak peduli pada lagu ciptaan musisi lokal. Akibatnya, hanya sedikit band yang mau menulis dan mengusung karya ciptaannya sendiri. Selebihnya tidak ada jalan lain kecuali tampil sempurna membawakan lagu kover yang jadi favorit penonton.

Kondisi di atas membuat sejumlah band lokal menjadi band spesialis yang identik dengan band asing panutannya. Misalkan saja Micky Jaguar layaknya seorang Mick Jagger dengan gaya urakan ala Ozzy Osbourne. Bahkan Sylvia Saartje sempat dianggap titisannya Jonis Joplin. Hingga musisi yang lebih yunior macam Elpamas yang hanya akan mendapat aplaus jika membawakan komposisi dari Pink Floyd.

"Wah, sejak dulu Malang itu kota yang paling ditakuti ama band-band Jakarta. Penontonnya kritis, salah dikit aja langsung ditimpukin!" ujar Jaya, gitaris grupband Roxx yang sempat ditemui penulis saat event Soundrenaline 2004 di Stadion Gajayana Malang. "Malah dulu belum layak disebut rocker kalo belum pernah konser di Malang. Emang terbukti, aura rock-nya masih terasa banget sampe sekarang!"

Sudah banyak kisah musisi rock lokal maupun nasional yang coba 'menaklukan' hati dan telinga penonton Malang yang terkenal agak liar dan suka rusuh. Sebagian memang cukup berhasil, namun lebih banyak di antaranya yang gagal total. Band yang tidak mampu memuaskan penonton akan sangat beruntung jika hanya mendapat cemooh dan caci-maki saja. Sebagian malah bernasib lebih buruk, menerima lemparan benda-benda aneh dari penonton dan dipaksa turun dari panggung.
Sejak era '70-an, tempat pertunjukan [venue] yang sering dipakai ajang konser rock adalah GOR Pulosari yang terletak di bilangan jalan Kawi. Desain arsitektur gedung tersebut cukup unik dan sangat 'bawah tanah' sekali. Venue itu dibangun pada cerukan tanah yang dalam, serta dikelilingi tribun kayu yang mengelilingi panggung besar di bawahnya. Konstruksi seperti itu menjadikan GOR Pulosari sebagai hall yang kedap suara, serta dianggap memiliki akustik yang cemerlang untuk sebuah pertunjukan musik. Sejumlah nama mulai dari Panbers, Trencem, Bentoel, Cockpit, Sylvia Saartje, hingga Godbless sudah pernah menjajal GOR Pulosari yang dikenal sangat prestisius untuk konser musik rock.

Cockpit termasuk band yang sempat mendulang histeria massa ketika tampil di Pulosari. "Wah, dulu kalo Cockpit manggung bawain lagunya Genesis, vokalis Freddy Tamaela gak perlu nyanyi lagi, sebab penonton satu gedung udah nyanyi semua saking hapalnya!" cerita beberapa orang lawas yang pernah mengalami serunya pertunjukan musik lokal tempo doeloe. Di lokasi yang sama, Micky Jaguar pernah meminum darah kelinci dan langsung ditahan aparat begitu turun dari panggung. Boleh dibilang, manggung di GOR Pulosari bisa menjadi pengalaman terbaik atau yang terburuk bagi setiap musisi manapun.

Angkernya venue yang berkapasitas 5000 penonton itu juga diamini oleh Viva Permadi alias Wiwie GV, seorang musisi/aranjer asal Malang. Dalam wawancaranya dengan Kompas [12 November 2006], ia menganggap GOR Pulosari ibarat pengadilan publik untuk menilai sukses atau tidaknya sebuah band ketika manggung. Ia terkenang sewaktu Godbless manggung di sana pada tahun 1979. Penonton ketika itu tidak puas dengan penampilan Ahmad Albar dkk. Mereka lalu mengamuk dan melempar apapun ke arah panggung. Akhirnya ia mengambil kesimpulan, kalau sebuah band pentas di Malang sampai tidak rusuh, berarti grupband itu berhasil.
Pada dasarnya, dekade '70-an telah mencatat suatu babak awal yang seru dari evolusi rock & roll di kota Malang. Munculnya berbagai aktifitas band dan musisi rock, pertunjukan musik, penonton konser yang seru [dalam konotasi yang aman maupun rusuh!], atau sekedar hura-hura urakan ala anak muda telah membuka wacana baru bagi masyarakat awam. Perlahan, publik mulai mengenal konsep 'rock & roll' baik secara musikal, penampilan, maupun pola pikir. Stigma dan dogma kuno telah mencair. Atau mungkin akan membatu kembali dalam suasana yang lebih baik di masa yang selanjutnya...
taken from www.apokalip.com





















SAHABAT ROCKERS © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute