20 Oktober 2009

DEEP PURPLE Membakar Senayan 1975




Supergroup ini datang dan mengubah segalanya. Dua hari yang mencekam dan mengerikan di Jakarta. Setelah 31 tahun inilah kisah sebenarnya yang tak banyak diketahui atau bahakan diceritakan orangtua kita. Oleh Wendi Putranto.Seteleh Ritchie Blackmore hengkang dari Deep Purple pada bulan April 1975 dan digantikan Tommy Bolin, mantam gitaris James Gang, maka resmi terbentuklah Deep Purple MK IV yang terdiri dari David Coverdale (vocal), Clen Hughes (bass), Tommy Bolin (gitar), Jon Lord (keyboard), dan Ian Paice (drums).

Sebuah sejarah baru bagi dunia showbiz Indonesia akhirnya ditoreh pada tanggal 4 dan 5 Desember 1975 ketika supergroup Inggris ini menyempatkan diri untuk menggelar konser di Stadion Utama Senayan, Jakarta. Orang yang paling berjasa mendatangkan Deep Purple ke Indonesia adalah Alharhum Denny Sabri (wafat 29 November 2003 di Bandung), seorang jurnalis musik berpengaruh yang saat itu bekerja untuk Majalah aktuil dan sempat sukses mengorbitkan Nicky astria, Meriam Bellina, Nafa Urbach dan Nike Ardilla. Aktuil merupakan majalah yang terbit sejak tahun 1967 di Bandung dengan tiras seratus ribu eksemplar tiap bulannya, sebagian liputannya adalah musik. Sabri adalah orang yang sanagt dekat dengan lingkaran dalam Deep Purple, mulai dari tingkat Manajement, raod crew hingga para personelnya ia kenal sejak lama sebelumnya. Yang tak banyak diketahui anak muda sekarang, keberhasilan memboyong Deep Purple ternyata memiliki cerita yang sangat panjang.

Menurut buku 10 Tokoh Showbiz Musik Indonesia (Seno M.Hardjo, Hilman, Denny MR/Gramedia 1991), Denny Sabri pertama kali menyaksikan konser Deep Purple di Humburg, Jermnan pada tahun 1970 dan segera menjadi penggemar berat mereka setelahnya. Sebagai jurnalis yang terkenal gigih dan ulet dalam menembus narasumber, Denny Sabri setahun kemudian akhirnya berhasil berkenalan dengan Bruce Payne, manajer band Deep Purple dan menjalin hubungan baik dengannya. Burce bahkan sering mengajak Denny untuk ikut tur konser dan terbang bersama pesawat Deep Purple.
Selain ikut tur ia juga kerap diundang untuk menyaksikan latihan rutin badn ini di hangar pesawat yang kabarnya sering digunakan Led Zeppelin. Jika mereka tengah rehat latihan ia terbiasa mengobrol dengan para personel Deep Purple, Khususnya idola utamanya, Gitaris Ritchie Blackmore. Pendiri Deep Purple ini kerap menanyakan dimana letak Indonesia. “Apakah Indonesia adalah nama lain dari Indo Cina?” ujar Denny di buku tersebut menirukan Ritchie. Mungkin disitulah Denny Sabri makin bersikeras untuk membawa band idolanya menggelar tur ke Indonesia.
8 November 1975 diHonolulu Hawaii, Denny Sabri secara spontan diperkenalkan kepada ribuan penonton oleh David Coverdale yang berkata bahwa Deep Purple telah kedatangan “ Seorang tamu dari bagian lain surga. Selamat datang Denny Sabri, sang promoter!” Lampu sorot kemudian diarahkan kepada Sabri yang kebetulan sedang duduk dibarisan depan. Aplaus penonton membahana yang segera disusul dengan bergemanya lagu “Burn”. Sebuah momen impian bagi penggemar band apapun telah menimpa dirinya. “Coba bayangkan, betapa bangganya saya!”tukas Denny di buku tersebut.

Setelah mengontak promotr Peter Basuki dari Buena Ventura Group untuk berkerjasama dengan Majalah Aktuil guna mendatangkan Deep Purple, Denny Sabri intens membahas kedatangan mereka ke Jakarta dengan sang mmanajer. Disepakati untuk dua konser di Jakarta honor yang diberikan sebelar 48 juta rupiah. Selain itu, Denny juga diwajibkan menanggung akomodasi serta transportasi udara kontingen Deep Purple dengan rute Sydney-Jakarta-tokyo. Urusan tersebut beres, masalah lain menghadang. Kini giliran teknis produksi konser yang menjadi kendala.
Di Indonesia pada saat itu fasilitas pendukung seperti panggung, Sound System, lighting masih sangat terbatas. Apalagi ini kebutuhan pentas supergroup dunia. Sebagai sahabat Sabri akhirnya Payne bersedia mencarter pesawat khusus untuk menerbangkan kargo logistic Deep Purple langsung dari Kanada.
Kabar kedatangan Deep Purple yang gencar diberitakan aktuil membuat sebagian besar anak muda tanah air terjangkit demam Deep Purple, apalagi saat itu bersama Led Zepplin dan Black Sabbath, mereka tengah merajai pentas rock dunia. Sebagai band pembuka konser supergroup rock dunia yang pertama di Indonesia Sabri lantas menunjuk God Bless.

Untuk dua malam membuka konser Deep Purple, God Bless dibayar 1,5 juta rupiah. “Fee terbesar God Bless pada saat itu. Kami Cuma main lima lagu, tiga puluh menit terus bareng Supergoup lagi”, kenang Donny tertawa. Dihari pertama konser, God Bless urung tampil karena , menurut Donnym para teknisi dan kru supergroup terlambat mempersiapkan alat-alat musik. Diputuskan God Bless akan membuka konser dihari kedua.

Keesokan harinya, walau tampil cover version, God Bless sukses memukau public sendiri. “kami juga memainkan lagu Trapeze, ‘Keepin’ Time’ yang diaransement ulang sebagai p[ersembahan bagi Glen Hughes. Waktu itu lum berani membawakan lagu sendiri karena masih dalam proses pengerjaan album di studio,” ujar ayah dari Imam Fattah, gitaris band indie Lain dan Zeke and The Popo ini bangga. Saat itu para personel God Bless tata-rata 25-27 tahun.

Mulusnya penampilan God Bless ternyata berkat dukungan teknis yang diberikan seluruh road crew Deep Purple. Menurut Donny, walau instrument usik cukup memadai, saat itu di Indonesia pemahaman teknis produksi sebuah konser masih tergolong primitive. “Tak hanya God Blessm band-band Indonesia saat itu masih belum paham fungsi stage monitor, sound system bahakan Mixer. Ketika melihat tata lampu yang hebat dan asap dry ice semua orang terbengong-bengong. Memang lum ada jaman itu, “Kata Donny. Selain mempelajari teknis produksi, musisi local kita untuk pertama kalinya mengenal konsep manajerial badn dari Deep Purple. Mulai dari fungsi personal Manajer hingga account management. “Kedatangan Deep Purple bagai sebuah revolusi yang membuka mata band-band Indoensia,” Tukas Donny lagi.

Deep Purple mendarat dibandara Halim perdana kusuma, Jakarta pada 2 dember 1975 dari Australia. Ini merupakan kunjungan perdana Deep Purple dan satu-satunya di asia Tenggara. Seperti terlihat dalam film documenter Untuk Kamum Muda karya sutradara Erfan agus Setywan, para personel Deep purple disambut meriah setibanya diBandara. Situasinya bagaikan pahlawan yang baru datang dari medan perang, Sepanjang perjalanan dari Bandara ke hotel, Coverdale, Hughes, Bolin, Lord, dan Paice menerima respon hangat warga masyarakat. Romobongan Deep Purple Sendiri berjumlah 36 orang yang ditempatkan di dua hotel sekaligus. Para kru menginap di Hotel Sahid Jaya sementara manager dan personill ditempatkan di hotel Mandarin, salah satu hotel ini nanti yang menjadi lokasi peristiwa tragis yang menimpa seorang anggota romnongan mereka.

Konser Deep Purple hari pertama, 4 Desmber 1975, dihadiri sekitar 75.000 penonton yang datang tak hanya dari Jakarta namun dari luar kota dan bahkan luar negeri, seperti, Malaysia, Singapure dan Filipina. “Lapangan, tribun atas, tribun bawah dipenuhi lautan manusia. Penonton malah sampai menonton di atap stadion juga,” kenang Donny Fattah. Deep Purple membuka konser hari pertama dengan intro panjang yang segera disusul dengan lagu ngebut “Burn”. Kontan seluruh penonton bersorak soraidan merangsek ke depan panggung. Total ada 12 lagu di set list Deep Purple di hari pertama, termasuk diantaranya “Geordia On My Mind,” “Soldier Of Fortune” dan “Lazy”.

Bagi Deep Puple, konser hari pertama mereka di Indonesia selain heboh juga juga tragis. Patsy Collins, Bodyguard Tommy Bolin, tewas mengenaskan setelah terjatuh dari sebuah lift yang tengah diperbaiki di Hotel sahid Jaya. Berita tragedy ini berhembus ke seluruh dunia dan bahkan sempat dimuat ROLLING STONBE Amerika edisi 29 Januari 1976 dengan judul “ Indonesia Nightmare Strikes Deep Purple.” Disana dijelaskan bahwa: Sebaliknya ke hotel dari venue, Collins yang tengah mabok sempat beradumulut dengan dua orang kru lain dan pergi keluar menuju kamarnya. Lift yang membawa dirinya ke atas berjalan pelan dan Collins tidak sabr kemudian keluar untuk naik via tangga darurat.
Ternyata pintu keluar tangga darurat terkunci. Di lantai enam ia menemukan pintu lift yang tak terkunci dan tanda peringatan. Ia dorong pintu tersebut dengan tergesa-gesa dan masuk ke dalamnya tanpa mengecek terlebih dahulu. Collins terpelanting dari lantai enal dan menghantam pipa-pipa panas dibawahnya hingga menimbulkan ledakan sangat keras. Beberapa kru menyangka sebuah bom meledak dihotel tersebut, ajaibnya, dengan tubuh penuh darah dan luka baker, Collins dapat berjalan kembali emnuju lobi hotel sambil berteriak, “Rumahsakit”. Setibanya di luar hotel ia langsung naik ke sebuah kendaraan dan pingsan. Setelah sempat dirawat keesokan harinyameninggal dunia akibatluka-luka berat yang dideritanya. Dua orang kru dan tur manajer Robin Cooksey sempat ditahan kepolisian untuk diinterogasi. Walau dalam kondisi duka dan ada yang ditahan, para personel Deep Purple tetap bersikeras melanjutkan pertunjukan.
Konser hari kedua, 5 desember 1975. Pengamana dari pihak kepolisian makain diperketat. Sekitar enam ribu polisi anti huru-hara diterjunkan untuk menjaga keamanan konser tersebt. Sebelum konser dimulai, sebuah peringatan berkumandang agar orang-orang eropa yang emnonton konser ini berkumpul di pinggir lapangan demi keamanan. Dalam film Untuk Kaum Muda (terpilih sebagai”film Dokumenter terbaik FFi 2004) juga diperlihatkan segerombolan polisi dibantu anjing-anjing Doberman berada tepat didepan panggung untuk berjaga-jaga.
Ratusan penonton yang sedang berjoget mengikuti musik tampak sibuk menghindari dari terkaman anjing-anjing yang mualai mengamuk. Sebuah pemandangan konser yang tidak manusiawi sebenarnya. Bahkan jika ada penonton yang berdansa kerasukan para polisi itu tidak segan-segan untuk menedang dan memukul orang tersebut. Deep Purple dihari keduabermain lebih pendek dari yang dijadwalkan. Mereka tampak ketakutan mengingat kondisi dalam stadion yang makin mencekam.
Menurut Donny, klimaks konser hari kedua ketika “Smoke On The water” berkumandang. Bagi orang Indonesia, single Deep Purple yang dirilis tahun 1973 ini adalah ‘lagu kebangsaan alternatif’. Selurug penonton pun histeris dan menggila. “Penonton sebenarnya Cuma ingin dekat saja dengan idolanya. Memang sempat ada pembakaran kursi tapi itu di tribun bawah, mereka protes yang di tribun atas kencing mengenai yang di tribun bawah. “UjarDonny yang kini usianya 57 tahunnamnu tetap seht dan bugar. Ia menambahkan bahawa John Lord juga sempat melakukan solo keyboarddengan memasukkan lagu “Burung Kakaktua” dan “Padamu Negeri” di Show hari kedua. “Denny Sabri yang merekomendasikan dua lagu itu”.
Donny bercerita, Ketika God Blessbaru saja menuntaskan pertunjukan, ia melihat 4 atau 5 buah sedan limosin yang membawa para personel Deep Purple dan parker tepat di belakang pangung. Limosinitulah yang menjadi Dressing room Deep Purple selama berada di Back Stge. Kebetulan Donny dan Ian Antono secara pribadi sempat diajak Ian Paice untuk menonton konser mereka tepat dibelakang set drum miliknya.
Setelah konser berakhir Donny dan God Bless sempat diajak ke kamar mereka di hotel Mandarin. Malamnya rombongan Deep Purple dan God Bless menggelar after show party di Diskotik Tanamur. “Kami ngobrol dan minum-minum hingga pagi,” kenang Donny. Para personel Deep Purple sangat terkejutdengan respon penonton di Indonesia yang luar biasa. Total diperkirakan yang menonton dua hari konser Deep Purple ini 150.000 orang! Menurut Donny Fattah Semua personil Deep Purple walau menyandang status superstar namun tetap ramah terhadap orang yang baru mereka jumpai.” Cuma davis Coverdale yang kelihatan minder untuk nyampur. Ia lebih sering mojok dengan teknisinya. Kalau John Lord dan Ian Paice dan yang lainnya ngobrolnya asik. Like A Brother. Mereka juga suprice begitu tahu Indonesia punya band hard rock seperti God Bless.
Ia Juga mengklarifikasi gossip lengan kiri gitaris Tommy Bolin cidera karena kena pellet adalah tidak benar. “saya lihat sendiri tangan Bollin abses, dia ngga bisa menekuk lengannya. Mungkin dia masih muda menyuntik sembarangan. Kotor dan Infeksi. “Tepat setahun kemudian Desmber 1976, Gitaris Tommy Bolin ditemukan tewas karena overdosis. Selain tiu Donny juga sempat meluruskan ‘mitos’ sebagian wilayah Jakarta pemadaman listrik untuk menyuplai power bagi konser Deep Purple adalah tidak benar. “Tidak ada pemadaman kok, itu taktik promosi saja.”
(Sumber : Rolling Stone Indonesia Edisi 21, Januari 2007, Oleh Wendi Putranto)


1 komentar:

Anonim mengatakan...

mantab blognya bro, diterusin donk infonya

Posting Komentar

SAHABAT ROCKERS © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute